Cara Belajar Menurut Dr. Rudolf Pintner


Dr. Rudolf Pintner mengemukakan sepuluh macam metode di dalam belajar. Banyak eksperimen yang telah dilakukan oleh para ahli psikologi. Dari sekian banyak penelitian dan percobaan yang dilakukan, dari sekian banyak pula jawaban yang dikemukakan. Namun diantara jawaban-jawaban yang heterogen itu terdapat pula beberapa yang bersifat umum yang dapat kita pergunakan sebagai pegangan. Berikut adalah sepuluh macam metode yang dikemukakan Dr. Rudolf Pintner :


  1. Metode Keseluruhan kepada bagian (Whole to part method). Dialam mempelajari sesuatu kita harus memulai dahulu dari keseluruhan, kemudian baru mendekati kepada bagian-bagiannya. Misalnya kita akan mempelajari sebuah buku. Mula-mula kita perhatikan lebih dahulu isi buku tersebut, urutan bab-banya dan sub bab masing-masing. Dari gambaran keseluruhan isi buku tersebut barulah kita mengarah kepada bagian-bagian atau bab-bab tertentu yang kita anggap penting atau yang merupakan inti pokok buku tersebut. Metode ini berasal dari pendapat psikologi Gestalt.
  2. Metode Keseluruhan lawan bagian (Whole versus part method). Untuk bahan-bahan pelajaran yang skopenya tidak terlalu luas, tepat dipergunakan metode keseluruhan seperti menghafal syair, membaca buku cerita pendek, mempelajari unit-unit pelajaran tertentu dan sebagainya. untuk bahan-bahan yang bersifat non verbal, seperti keterampilan, mengetik, menulis, dsb. Lebih tepat digunakan metode bagian.
  3. Metode campuran antara keseluruhan ddan bagian (Mediating Method). Metode ini baik digunakan untuk bahan-bahan pelajaran yang skopenya sangat luas atau yang sukar-sukar, seperti misalnya tata buku, akunting dan bahan kuliah lain pada umumnya.
  4. Metode resitasi (recitation method). Resitasi dalam hal ini berarti mengulang atau mengucapkan kembali (sesuatu) yang telah dipelajari. Metode ini dapat digunakan untuk semua bahan pelajaran yang bersifat verbal maupun nonverbal. Di dalam mata kuliah Metodologi Pengajaran metode resitasi ini disebut"metode pemberi tugas". Yang berarti bahwa pemberian tugas itu bermaksud agar siswa diharuskan mengulangi pelajaran yang telah dipelajari atau diajarkan.
  5. Jangka waktu belajar (length of practice periods). Dari hasil eksperimen ternyata bahwa jangka waktu (periode) belajar produktif seperti menghafal, mengetik, mengerjalkan soal hitungan dan sebagainya adalah antara 20-30 menit. Jangka waktu yang lebih dari 30 menit untuk belajar yang benar-benar memerlukan konsentrasi perhatian relatif kurang atau tidak produktif. Jangka waktu tersebut diatas tidak berlaku bagi mata pelajaran yang memerlukan 'pemanasan' pada permulaan belajarnya seperti untuk belajar sejarah, geografi, ilmu filsafat dan sebagainya. Disamping itu kita harus ingat pula bahwa besarnya minat yang ada pada seseorang terhadap sesuatu pelajaran dapat memperpanjang jangka waktu belajarnya sehingga mungkin lebih dari 30 menit. Bahkan pada orang dewasa dapat lebih lama lagi.
  6. Pembagian Waktu belajar (distribution of practice periods). Dari berbagai percobaan telah dapat dibuktikan, bahwa belajar yang terus menerus dalam jangka waktu lama tanpa istirahat tidak efisien dan tidak efektif. Oleh karena itu untuk belajar yang produktif diperlukan adanya pembagaian waktu belajar. Dalam hal ini "hukum Jost" masih tetap diakui kebenarannya. Menurut hukum Jost tentang belajar, 30 menit 2 x sehari selama 6 hari lebih baik dan produktif daripada sekali belajar selama 6 jam (360 menit) tanpa berhenti.
  7. Membatasi Kelupaan (counteract forgetting). Bahan pelajaran yang kita pelajari sering sekali mudah dan lekas dilupakan. Maka untuk jangan sampai lekas lupa atau hilang sama sekali, dalam belajar perlu adanya "ulangan" atau review pada waktu-waktu tertentu atau setelah/pada akhir suatu tahap pelajaran diselesaikan. Guna review atau ulangan ini adalah untuk meninjau kembali atau mengingatkan kembali bahan yang pernah dipelajari. Adanya review ini sangat penting, terutama bagi bahan pelajaran yang sangat luas dan memeakan waktu beberapa semester mempelajarinya.
  8. Menghafal (cramming). Metode ini berguna teutama jika tujuannya untuk dapat mengusai serta memproduksi kembali dengan cepat bahan-bahan pelajaran yang luas atau banyak dalam waktu yang relatif singkat seperti misalnya belajar untuk menghadapi ujian-ujian semester atau ujian akhir tahun. Namun metode ini sebenarnya kurang baik karena hasilnya lekas dilupakan lagi segera setelah ujian selesai.
  9. Kecepatan belajar hubungannya dengan ingatan. Kita mengenal ungkapan Quick Learning means quick for getting. Didalamnya terdapat korelasi negatif antara kecepatan memperoleh suatu pengetahuan dengan daya ingatan terhadap pengetahuan itu. Hasil-hasil eksperimen yang pernah dilakukan tidak mempunyai cukup bukti untuk menolak ataupun membenarkan generalisasi tersebut. Untuk bahan pelajaran yang kurang mempunyai arti, mungkin generalisasi itu tepat dan benar. Akan tetapi, untuk bahan-bahan pelajaran yang lain tidak dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini disebabkan oleh adanya bermacam-macam faktor seperti telah dibicarakan pada uraian-uraian terdahulu.
  10. Retroactive inhibition. Kita telah mengetahui dari beberapa teori belajar yang telah dibicarakan bahwa belajar merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat asosiasi dan interrelasi antara berbagai pengalaman yang kemudian membentuk pola-pola pengertian atau pengetahuan yang terorganisasi di dalam diri kita. Asosiasi dan interrelasi itu terjadi karena hasil pengulangan-pengulangan yang teratur, karena adanya hubungan-hubungan berlanjut didalam waktu dan ruang, karena intensitas stimulasi, karena mempunyai hubungan struktural yang logis dan sebagainya. Berbagai pengetahuan yang telah kita miliki itu, di dalam diri kita seolah-olah merupakan unit-unit yang selalu berkaitan satu sama lain, bahkan sering pula yan gsatu mendesak atau menghambat yang lain. proses seperti ini di dalam psikologi disebut retroactive inhibition, Inhibition berarti laranganatau penolakan. Jadi, pada waktu terjadi proses reproduksi di dalam jiwa kita, atau dengan kata lain pada waktu terjadi proses berpikir, terjadi adanya penolakan atau penahanan dari suatu unit pengetahuan tertentu terhadap unit yang lain sehingga terjadi kesalahan dalam berpikir. Retroactive inhibition ini dapat terjadi baik pada pelajaran-pelajaran yang bersifat verbal seperti sejarah, bahasa, ilmu ekonomi dan sebagainya dan dapat pula terjadi dalam pelajaran-pelajaran yang non verbal seperti mengetik, bermain piano, menjahit bermain tenis dan sebagainya. Untuk menghindari jangan sampai terjadi retroactive inhibition itu, disarankan agar dalam belajar jangan mencampur aduk, dalam arti dalam beberpa mata pelajaran dipelajari dalam suatu waktu sekaligus. Untuk itu diperlukan adanya jadwal atai time schedule dalam belajar yang harus ditaati secara teratur.

0 Response to "Cara Belajar Menurut Dr. Rudolf Pintner"

Posting Komentar